Mengejar Mimpi

Mulai Bermimpi

Lagu berbahasa inggris ini terus bernari-nari di telingaku. Ku lihat ke ruang tengah, mereka sedang menonton TV dengan fokus. Ku tanya sedang menonton apa, mereka tidak dengar. Sepertinya jika terjadi kebakaran pun mereka tidak peduli. Lalu aku ikut melihat TV, seketika aku merasa takjub, kok bisa seorang memiliki suara tinggi melengking sambil berdansa. Aku dibuat semakin terkejut ketika melihat dia berjalan maju tapi bergerak mundur, dia menamai itu moonwalk. Pundakku ditepuk, oh ternyata itu ibuku

“serius amat, sampe gak denger panggilan ibu”. Sial aku malah menjadi seperti mereka.

Ketika itu aku putuskan Michael Jackson adalah idolaku dan aku berangan-angan untuk bisa berdiri di atas panggung dengan ditonton oleh ribuan orang seperti dia. Sampai ketika perpisahan sekolah kelas 6 SD aku berjoget di depan kelas dengan memperlihatkan moonwalk yang sudah ku pelajari berkali-kali.

Beranjak SMP referensi musikku bertambah. Dulu jamannya boy band seperti Backstreetboy, Nsync, Westlife, A1 dan lain-lain. Nsync adalah favoritku karena suara vokal dari Justin Timberlake dan JC Chasez sangat memanjakan telingaku. Aku membeli kaset originalnya dari uang jajan yang ku kumpulkan seharga 20ribu. Album pertama yang ku beli adalah No Strings Attached, disitu ada lagu-lagu mereka yang masih populer hingga saat ini seperti This I promise You, Bye Bye, It’s Gonna Be Me. Duduk di sebelah tape sambil membaca kertas lirik dengan headphone besar milik ayah yang menempel erat di telinga menjadi keseharian di sela santaiku. Aku perhatikan tiap kata dan menyesuaikan dengan suara kaset karena aku tidak mengerti bahasa inggris tapi aku bisa hafal satu album. Tiap detik aku menyanyikan lagu This I Promise You, beberapa nada sulit ku ulang terus-menerus sampai aku bisa mengikutinya dengan sempurna. Disaat itu aku merasa, Ya aku bisa menjadi penyanyi.

Gagal Tapi Apa Yang Salah?

Ryan adalah sahabatku yang paling seru untuk berbagi cerita tentang musik. Dia sangat mahir bermain gitar, referensi musiknya luas tapi terbuka untuk jenis musik apapun. Aku berkali-kali menceritakan tentang impianku menjadi seorang musisi, dia tidak pernah bosan dan menanggapi ocehanku dengan berkata

“Ayo lah kita bikin band”

Hampir setiap bertemu aku menceritakan mimpiku untuk menjadi seorang penyanyi namun tak sekalipun aku pernah bernyanyi dihadapannya. Jangankan dia, bagikupun ocehanku terdengar seperti bualan orang-orang yang ingin sukses tanpa mau usaha. Sampai suatu momen dimana Ryan menceritakan tentang anggota band-nya yang telah bubar

“Akhirnya mereka hanya bisa bermain gitar sambil bernyanyi di pinggir gang. Mereka menjadi musisi gagal” Kata Ryan.

Perkataannya terasa menyesakkan. Hatiku bergumam “Aku tidak mau gagal seperti mereka”.

Sebentar lagi akan ada pentas seni di kampusku. Saat itu aku sedang tergila-gila dengan Jason Mraz. Lagu I’m Yours terdengar di mana-mana ditambah aku melihat live performance-nya yang membuatku semakin terobsesi untuk menjadi seorang penyanyi. Aku mengajak Ryan dan Krisna untuk membuat suatu group band akustik. Kita berlatih di rumah Krisna. Gitar dan kendang menjadi alat musik kami, aku bernyanyi dengan susah payah lalu Krisna mengkritikku

“kamu kalo nyanyi yang lepas, kalo malu-malu gitu gak akan bener.”

“ntar tetangga pada denger dong. kalo lepas, suaraku berisik” jawabku

“ya gak apa-apa, kalo kamu malu-malu gini di panggungnya ntar bakalan jelek” Jawab Krisna.

Krisna adalah sahabatku yang memiliki pengalaman sebagai seorang penyanyi. Dia anggota tim Nasyid dan dia salah satu lead vokalnya. Teringat, ketika itu ditengah-tengah perkuliahan para mahasiswa dan siswi teman sekelasku sedang menunggu kedatangan dosen. Krisna berkata

“kamu kalo suruh aku nyanyi sekarang, aku berani ke depan trus nyanyi disana”

“coba” jawabku.

Dia berdiri dan beranjak ke depan kelas lalu mulai bernyanyi dengan nada yang sangat lantang. Teman-teman sekelas terdiam sebentar lalu mereka bereaksi dengan berbagai macam ekspresi. Ada yang mentertawakan, ada yang mengumpat, ada yang mengapresiasi ada juga yang cuek. Namun, dia tetap bernyanyi tanpa peduli dengan sekitar. Gila sih, dia sangat berani, berbeda denganku yang pengecut. Setelah selesai dia kembali duduk di sebelahku. Kata Krisna

“hey, kamu punya bakat, suaramu bagus, tapi kamu gak punya keberanian. Kamu gak akan kemana-mana kalo gini terus.”

Perkataannya seakan menusuk tulang dadaku. Namun inilah aku, si penakut yang berharap kesuksesan datang tiba-tiba seperti lotre.

Sampai aku lulus kuliah, aku hanya menjadi penikmat bukan pelaku seni musik. Benar kata Krisna, aku tidak akan kemana-mana jika seperti ini. Akhirnya aku menghasilkan uang di bidang lain bukan di musik. Aku sekarang manjadi seorang software engineer yang tidak memerlukan keberanian untuk berkspresi, cukup kerjakan tugas-tugas sesuai target dan deadline untuk mendapatkan penghasilan bulanan. Uang yang besar namun tidak membuatku bahagia. Aku hanya bisa membeli alat-alat musik impianku dan bernyanyi untuk diriku sendiri. Sesekali aku bernyanyi di kantor dengan lepas seperti yang dilakukan Krisna di depan kelas ketika itu. Aku tidak peduli dengan perkataan orang lain tentang suaraku dan lagu apa yang aku nyanyikan. Hanya melantuntkan lagu yang ku tahu diiringi rasa sesal “kenapa dulu aku tidak seberani sekarang?”.

Pada akhirnya, aku hanya musisi gagal seperti apa yang dikatakan oleh Ryan.

Ternyata berbakat saja tidak cukup. Dibutuhkan mental, percaya diri dan keberanian untuk mengejar mimpi.

Leave a comment